![]() |
Orang-orang Proyek karya Ahmad Tohari |
Novel yang membahas permasalahan korupsi tergolong langka, dibandingkan tema-tema lainnya. Sebuah novel yang membahas tema korupsi adalah karya Ahmad Tohari yang berjudul Orang-orang Proyek, selanjutya disebut OOP diterbitkan Mahatari (2004). Dibandingkan karya lainnya dari pengarang yang sama, novel OOP ini kurang mendapat perhatian. Dalam Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern (2009) cetakan ke-3 yang diterbitkan Pusat Bahasa Depdiknas dan Rosdakarya, novel ini tidak disinggung. Karya-karya lainnya dari Ahmad Tohari dalam ensiklopedia tersebut cukup mendapat ulasan seperti novel trilogi, (Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jentera Bianglala). Novel Ronggeng Dukuh Paruk ini sangat terkenal, sempat dua kali difilmkan. Pertama dengan judul Darah Mahkota Ronggeng dan yang kedua Sang Penari. Dari kedua film ini, Pengarang Tohari lebih menyukai film Sang Penari karena sesuai dengan amanat dalam novel .
OOP mengisahkan tentang proyek pembangunan jembatan Sungai Cibawor. Manajer proyek bernama Ir. Dalkijo dan Pelaksana proyek, Kabul. Baik sebagai manajer proyek maupun pelaksana proyek, keduanya memiliki tanggung jawab dan beban pekerjaan yang sangat berat. Di satu sisi Kabul berkeinginan agar proyek yang digarapnya bermutu baik. Di sisi lain Kabul harus berhadapan dengan oknum-oknum yang mengerogoti dana proyek. Akhirnya dana proyek menguap ke oknum-oknum tertentu, seperti birokrat, politikus, mandor, tokoh agama, kuli dan masyarakat sekitar. Akibat dari kebocoran tesebut, Kabul harus menekan anggaran. Akibatnya mega proyek tersebut menggunakan bahan yang tidak standar seperti pasir kali berlumpur dan besi bekas. Kondisi ini diperparah lagi adanya tekanan dan ancaman baik dari birokrat maupun politikus yang korup. Kabul tidak kuat menerima tekanan tersebut, akhirnya ia mengundurkan diri sebagai pelaksana proyek. Jembatan dikerjakan seadanya agar bisa selesai. Masyarakat dikorbankan karena kualitas jembatan jauh dari standar mutu.
Novel OOP diawali dengan deskripsi Sungai Cibawor, setelah diterjang banjir bandang. Pengarang Tohari sangat cermat dalam melukiskan keadaan di masyarakat. Muncul gambaran memprihatinkan terhadap situasi tersebut seperti kutipan berikut.
“Pagi ini Sungai Cibawor kelihatan letih. Tiga hari yang lalu hujan deras di hulu membuat sungai itu banjir besar. Untung sudah menjadi watak sungai pegunungan, banjir yang terjadi berlangsung cepat. Air yang semula jernih mulai mengeruh dipagi hari, meninggi, dan segera menggelora setengahnja kemudian, Cibawor seperti sedang digelontor dari hulu dengan bah besar yang pekat berlumpur dan membawa segala macam sampah, dari sandal karet, bekas botol plastik, batang pisang sampai batang mahoni.” (2004: 1)
Berawal dari kisah itu, cerita kemudian bergerak, tentang rencana pembangunan jembatan sekitar tahun 1991. Proses pembangunan jembatan diangkat menjadi materi penting dalam kisah ini. Akan tetapi jembatan itu dibangun atas nama proyek semata. Pemerintah dan para politikus (orang-orang partai, sipil, anggota DPRD) banyak campur tangan dalam tahap pelaksanaannya. Tidak saja mereka, orang-orang kampung, mandor serta para kuli juga terlibat persekongkolan untuk mengerogoti dana proyek. Kebocoran dana proyek mencapai 30 sampai 40 persen uang menguap.
Dunia Proyek
Manajer proyek Dalkijo, tampaknya mengetahui betul seluk beluk dunia proyek. Untuk mendapatkan proyek realitasnya memang tidak mudah. Aturan harus dilaksanakan seperti kewajiban mengikuti proses lelang. Untuk memenangkan lelang, harus berjuang dengan uang agar bisa menang. Setelah menang lelang, tidak otomatis mendapatkan dana. Kalaupun dapat, dana itu dicairkan bertahap. Ketika pencairan dana berikutnya, diperlukan lagi permainan dengan menyogok agar dana bisa keluar. Demikian seterusnya setiap termin diisi dengan permainan. Hal seperti ini, menurut Dalkijo sudah biasa terjadi. Sogok- menyogok itu sudah menjadi kebiasaan dalam dunia proyek. Anehnya, temannya Dalkijo, Kabul sebagai pelaksana proyek, tidak memiliki kemampuan untuk mencegah semua itu.
PengarangTohari mengekspresikan kegelisahannya bahwa proyek berjalan dipenuhi penyimpangan sepanjang waktu, di segala kesempatan dari awal sampai akhir. Konflik bermula dari ketidakjujuran pelaksanaan proyek, terutama dari Manajer Proyek Dalkijo. Pelaksana proyek, Kabul dihantam tekanan bertubi-tubi, sampai akhirnya dia mengundurkan diri sebagai antiklimaks dalam alur cerita. Dalam OOP, terdapat deskripsi baik narasi maupun dialog antartokoh, tentang kebobrokan berkaitan dengan dunia proyek mencapai 50 narasi. Data ini menunjukkan bahwa OOP mengungkapkan tema besar yakni korupsi dan permasalahannya.
Selain tokoh Dalkijo dan Kabul, muncul juga tokoh muda di wilayah proyek itu, namanya Basar. Basar seorang intelektual mantan aktivis kampus dan idealis muda. Tetapi idealismenya berangsur-angsur tergusur ketika menjabat sebagai kepala desa. Dunia birokrasi yang taat dengan atasan, membuatnyan tidak berdaya. Dia terpaksa ikut di lingkungan proyek dengan menggerogoti dana proyek karena adanya tekanan dari pihak atasan. Dia berada dalam posisi dilematis. Basar tidak berdaya dan akhirnya menjadikan dirinya rela dan dijadikan objek oleh orang-orang partai Golongan Lestari Menang (GLM).
Permasalahan korupsi diungkapkan oleh pengarang secara halus, mengalir dan menyentuh sisi kemanusiaan. Tokoh Dalkijo misalnya, dia lahir dari kalangan rakyat kecil dan miskin. Setelah masuk dunia proyek dengan latar pendidikan insinyur teknik, muncul perasaan ingin mengubah nasib terhadap kemiskinan tempo dulu. Pengarang melukiskan, Dalikjo kini memakai barang-barang mewah mulai dari sepatu, baju dan celana dari merk yang terkenal. Dia tidak mau lagi makan di warung dan anak-anaknya dimasukkan di sekolah favorit. Kemampuan akademis anaknya sangat terbatas dan sering diganti dengan uang untuk mendongkrak nilai anaknya. Isterinya hidup dalam kemewahan. “Hanya sikap pragmatis yang bisa menghentikan sejarah panjang kemiskinan keluarga saya,” ujar Dalkijo
Penyimpangan Dana dan Material
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) disebutkan bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau uang perusahaan untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi dalam teks OOP telah memenuhi kriteria tersebut, Penyelewengan uang negara, karena jembatan Sungai Cibawor dibangun dari uang negara. Penyelewengan atau penyimpangan dana untuk kepentingan pribadi, dalam hal ini untuk Dalkijo sendiri, isteri dan anak-anaknya. Untuk kepentingan orang lain karena terlibatnya pihak-pihak seperti panitya lelang, bendahara pencairan dana, kepala desa, orang partai yang menaungi kades dan pihak pihak yang memiliki kuasa.
Korupsi proyek sungai Cibawor tersebut melibatkan banyak pihak, baik politikus, birokrat, pipiman proyek maupun kuli, dan preman. Bahkan , warga sekitar proyek pun ikut-ikutan korupsi. Warga menikmati material proyek mulai dari potongan kayu, paku, sampai besi. Mungkin karena mengetahui banyak birokrat yang bermain di proyek jembatan tersebut, mereka tidak mau ketinggalan. Selain menyuap kuli untuk mendapatkan semen, paku dan kawat rancang, mereka sering meminta potongan-potongan besi untuk membuat linggis. Bahkan panitya renovasi masjid pun melihat bahwa adanya proyek di desa mereka, merupakan sebuah peluang yang wajib dimanfaatkan untuk merenovasi masjid mereka.
Korupsi semakin parah karena dilakukan secara berjamaah. Para mandor, sopir, pegawai rendahan pun ikut memanipulsi proyek. Mandor mencatat penerimaan material menambah jumah pasir atau batu kali yang masuk.Truk yang masuk sepuluh kali, bisa dicatat menjadi lima belas kali. Untuk keuntungan itu, ia menerima suap dari para sopir. Pegawai pada level paling bawah juga ikut-ikutan berbuat korup. Caranya dengan menjual semen kepada warga sekitar proyek. Korupsi yang melibatkan orang dalam, diamini oleh oleh Manajer proyek Ir. Dalkijo. Baginya sebuah proyek adalah kesempatan untuk menyalurkan hobinya bersepeda motor besar dan menambah rekeningnya di bank. Dalkijo mengatakan, ”saya bisa ganti Harley Davidson model terbaru setiap selesai mengerjakan satu proyek. Rekening pun bertambah,” (Tohari, 2004 : 25).
Akibat penyelewengan, manipulasi, ketidakjujuran, akkhirnya jembatan Sungai Cibawor, hanya mampu bertahan satu tahun. Dua titik tiang jebol, dan semua lantai aspal jembatan retak-retak. Masyarakat setempat dan kendaraan tidak berani melewati jembatan tersebut. Entah siapa yang memasang, di ujung jembatan di pasang papan “Maaf Jalan Rusak.” Kondisi ini karena kualitas proyek tidak sesuai dengan standar mutu. Dana proyek dimanipulasi, diselewengkan, dikorup oleh orang-orang proyek, sehingga terpaksa menggunakan material seadanya. Pengarang Tohari cukup berhasil membius pembaca dengan kasus korupsi. Namun tidak sampai mengungkapkan nasib para koruptor di novel OOP itu. (Penulis, I Nyoman Suaka, Dosen Kajian Sastra dan Budaya IKIP Saraswati Tabanan, Bali / Editor : Guntur Surentu)