-->

Iklan

Sanffest 2025: Sebuah Langkah Awal

Media Berita6
30 Desember 2025, 10:11 PM WIB Last Updated 2025-12-30T15:11:18Z

Mediaberita6 - Minggu lalu, Awarding Night Santri Film Festival 2025 atau Sanffest 2025 sebagai puncak dari rangkaian panjang Sanffest 2025 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia, Bank Syariah Indonesia dan mitra terkait lainnya berbuah sukses besar. Gelaran megah dan kolosal yang dikemas dengan sangat apik tersebut tidak ubahnya Festival Film Indonesia dan festival film lainnya yang telah mempunyai reputasi penting di dunia sinema Indonesia. Rasanya tidak berlebihan jika gelaran dan gerakan ini perlu didudukkan sebagai peristiwa kebudayaan yang tidak sekadar memberi ruang dan peluang bagi pelibatan pesantren dalam kompetisi film. Tetapi lebih dari itu adalah menyiapkan karpet merah bagi pesantren untuk menjadi bagian penting dalam kerja-kerja kebudayaan melalui film, yang muaranya adalah gerakan perubahan sosial.  


Dari peristiwa keterlibatan ratusan pesantren dalam Santri Film Festival 2025 ini, penulis ingin membangun argumen bahwa film telah diserap pesantren menjadi instrument gerakan yang strategis dan relevan dengan dunia sekarang, seperti halnya tema yang diusung Sanffest 2025 yakni Santri Memandang Dunia Melalui Lensa Budaya. 

Penulis : Achmad Ubaidillah


Tema ini sekaligus menegaskan kembali elan vital yang telah diemban dan dilaksanakan pesantren sejak berabad-abad lamanya sebagai kekuatan kreatif dan transformasional yang menggerakan kehidupan, mendorong entitas individual dan komunal untuk berkembang, beradaptasi dan menghasilkan inisiatif-inisatif baru dalam kerangka perubahan sosial. Kerja-kerja kebudayaan khas pesantren yang menempatkan masyarakat sebagai entitas tidak terpisahkan dari kehidupannya inilah yang menyebabkan pesantren hingga saat ini bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. Oleh karena itu, melalui film, pesantren seperti menemukan medium baru untuk menjaga keberlangsungan misi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan. 



Bagi pesantren, film memang sesuatu yang baru, tetapi keterlibatannya dalam pemanfaatan film sebagai instrument gerakan menandakan bahwa film tidak diekslusi dari tradisi belajarnya yang sarat dengan pengajaran pengetahuan Islam yang mencakup ilmu-ilmu tafsir, ulum at-tafsir, asbab an-nuzul, hadits, ulum al-hadits, asbab al-wurud, fiqih, qowaid al-fiqhiyah, tauhid, tasawuf, nahwu, sharaf, balagah, mantiq (logika), falak (astronomi), fara’id, Hisab (matematika), adab al-bahtsi wa al munadzarah (metode diskusi), thibb (kedokteran), hayah al-hayawan (biologi), tarikh (sejarah), thabaqat (biodata) para ulama, dan pengetahuan keislaman lainnya yang bersumber dari Quran, Hadits dan khazanah keilmuan ulama terdahulu yang diajarkan melalui pengajaran kitab kuning. 


 

Penerimaan atas hal baru ini tentu saja didorong oleh salah satu semangat pesantren yang berpijak pada kaidah al-Muhafazhah 'alal Qadimish Shalih wal Akhdu bil Jadidil Ashlah (memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil kebiasaan baru yang lebih baik). Kaidah ini dijadikan pegangan kalangan pesantren untuk menyikapi berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan yang terjadi dari masa ke masa. Atas dasar itulah, melalui film, santri – sebagai elemen pesantren – berupaya melibatkan diri dalam pergumulan sosial, merespon dan menyoal problem dan tantangan sosial yang terjadi di masyarakat. Sebuah respon atas persoalan di luar dirinya, persoalan yang mengharuskan pesantren hadir sebagai aktor perubahan. 



Semangat ini pula yang tampak pada beragam isu dan tawaran perubahan sosial yang dimunculkan para santri melalui karya-karyanya di Sanffest 2025. Salah satu karya santri yang berhasil meraih banyak nominasi adalah berjudul Iman dan Imam. Di dalam film ini, santri secara baik menggambarkan seorang tokoh yang berhasil menggerakan masyarakat untuk menjadikan masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah sholat, melainkan sebagai pusat gerakan ekonomi dan pemberdayaan umat sekaligus menjadi tempat pertukaran gagasan menghidupkan gerakan filantropi masyarakat. Kekuatan film ini tentu saja ada pada gagasan dan tawarannya dalam merespon realitas masyarakat. 


Gambaran singkat mengenai semangat film tersebut – meminjam Ariefandi menunjukkan bahwa sinema bukan hanya seni visual, tetapi juga instrument perubahan sosial. Oleh karena itu, para sineas memiliki peran penting dalam membentuk narasi publik. 


Dalam proses kreatif mereka, sineas ditantang untuk tidak hanya menyajikan hiburan, tetapi juga menggugah pemikiran. Film tidak harus bersifat menggurui atau menjadi alat propaganda. Ia bisa hadir sebagai ruang empati, tempat kita menempatkan diri dalam sepatu orang lain, memahami realitas sosial, atau perjuangan yang tidak kita alami langsung. Ketika sebuah film mampu menyentuh hati, membuka pikiran, dan mendorong orang untuk bertindak, maka film itu telah menjalankan fungsinya yang paling mulia yakni perubahan. Dalam konteks pesantren dan Indonesia, maka fungsi mulia tersebut sejatinya harus mencerminkan tiga hal mendasar yakni melaksanakan Himayatuddin (peran keagamaan), Himayatul Ummah (peran keumatan), dan Himayatul Wathan (Peran Kebangsaan). Untuk menjaga api semangat ini tetap menyala tentu tidaklah mudah dan sederhana. 


Kerja-kerja kebudayaan memang akan selalu terjal dan licin, memerlukan stamina dan energi besar, memerlukan jejaring dan jalinan yang kokoh serta gagasan yang memiliki titik perjumpaan dengan tindakan. Inilah jalan penting yang ditempuh oleh siapapun yang menjadikan dirinya sebagai bagian aktif dalam pekerjaan besar bernama gerakan. 


Sanffest memang bukan satu-satunya inisiatif dan ikhtiar yang telah dan sedang berlangsung. Ia juga bukan pemula bagi pelibatan santri dalam gerakan kebudayaan berbasis sinema. Telah ada para pendahulu yang lain dengan format berbeda satu sama lain. Satu hal yang menjadi penanda penting Sanffest adalah komitmen luhur menjadikan kerja-kerja kebudayaan ini sebagai gerakan yang harus memiliki efek magnitude yang luas yang episentrumnya bersumber pada kesadaran etis tentang pentingnya melakukan perubahan sosial di masyarakat. 


Berbasis kesadaran etis inilah, maka Santri Film Festival 2025 bukanlah akhir dari perjalanan panjang menguatkan keterhubungan pesantren dengan dunia film, dan keterhubungan pesantren dengan kerja-kerja kebudayaannya bagi masa depan Indonesia, melainkan langkah awal bagi perjalanan panjang berikutnya di masa mendatang. (Penulis : Achmad Ubaidillah)

Komentar

Tampilkan

Terkini