Iklan

Workshop "Peran Disabilitas dalam Perfilman Nasional"

Media Berita6
18 Mei 2024, 12:47 PM WIB Last Updated 2024-05-22T06:36:40Z

Mediaberita6 - Peran penyandang disabilitas di masyarakat dapat dikatakan masih sangat sedikit. Dalam bidang perfilman penyandang disabilitas belum memiliki akses yang setara terhadap berbagai layanan dasar mengenai perfilman. Film Nasional harus mampu menghadirkan kaum Disabilitas, bukan saja, hanya sebagai obyek pelengkap tetapi kaum Disabilitas juga dibutuhkan sebagai pelaku dalam industri Perfilman Nasional.


Poin penting itulah yang diangkat dalam workshop bertema “Peran Disabilitas dalam Perfilman Nasional” yang diselenggarakan oleh Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Aston Denpasar Hotel & Convention Center, Denpasar, Kamis (16/5/2024). Narasumber dalam workshop ini ; Budi Sumarno (Sutradara dan Penggerak Inklusi Film), Ade Wirawan (Deaf Bali Creative),  Deni Andesta (Ketua DPD PPD Provinsi Bali), dan Muhammad Yusuf (Sutradara). Workshop ini dipandu oleh Agung Bawantara.



Budi Sumarno yang merupakan salah satu penggerak inklusi dalam perfilman Indonesia, menyampaikan bahwa industri perfilman memiliki peran besar dalam membentuk dan menyuarakan keberagaman dan inklusivitas. “Industri perfilman harus lebih banyak memberikan ruang dan akses yang setara bagi semua penyandang disabilitas,” ujarnya. Budi Sumarno menambahkan, “Pemahaman yang benar tentang disabilitas dalam cerita film adalah langkah awal menuju industri yang lebih inklusif. Membekali akademisi dengan pemahaman budaya disabilitas yang inklusif adalah langkah penting untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung semua individu, tanpa memandang perbedaan,” kata Budi.



Deni Andesta, Ketua DPD Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Provinsi Bali, menekankan pentingnya film sebagai wahana edukasi dan sosialisasi tentang bagaimana penyandang disabilitas harus ditempatkan pada posisi yang setara dengan non-disabilitas. 


Ade Wirawan, seorang aktivis Tuli dan perwakilan dari Deaf Bali Creative, menyoroti pentingnya aksesibilitas dalam industri film, baik bagi penonton maupun pelaku disabilitas. “Di Indonesia, jumlah penyandang disabilitas khususnya kaum Tuli mencapai 28 juta jiwa, dan di Bali sekitar 22 ribu jiwa. 


Workshop ini juga membahas berbagai isu krusial terkait disabilitas dalam film, seperti representasi disabilitas, aksesibilitas industri film bagi disabilitas, pelibatan disabilitas sebagai aktor dan kru, serta membongkar stereotipe tentang disabilitas. 


Dalam konteks pendidikan, workshop ini juga mendorong pengembangan kurikulum yang inklusif di sekolah film dan perguruan tinggi. Salah satu hasil yang diharapkan dari workshop ini adalah peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya inklusi dalam perfilman, sehingga mereka dapat memahami nilai-nilai keberagaman dan perspektif yang berbeda. Selain itu, diharapkan dapat melahirkan sineas dari kalangan masyarakat disabilitas yang mandiri dan percaya diri, serta meningkatkan produktivitas dan kemandirian mereka di tengah-tengah masyarakat.


Workshop ini juga menampilkan pemutaran film dan sesi edukasi tentang bagaimana mengangkat harkat penyandang disabilitas dalam dunia perfilman. Para peserta diberikan panduan “The Inclusive Filmmaking Toolkit” yang berisi saran-saran praktis dan studi kasus untuk membantu pembuat film menghindari stereotip dan menampilkan keberagaman dengan menghormati pengalaman orang-orang dengan disabilitas.


Dengan kolaborasi yang sinergis antara penyandang disabilitas, sineas, dan akademisi, diharapkan akan tercipta komunitas yang inklusif di dunia perfilman. Sampai saat ini, film inklusi karya penyandang disabilitas baru berkisar pada film pendek, dokumenter, dan musikalisasi puisi. (Red)

Komentar

Tampilkan

Terkini

+