![]() |
Foto : IG@tupperwareid |
Mediaberita6 - Tupperware Brands Corporation mengumumkan penghentian resmi operasional bisnisnya di Indonesia setelah beroperasi selama lebih dari tiga dekade. Keputusan tersebut disampaikan melalui akun Instagram resmi @tupperwareid pada Sabtu, 13 April 2025, dan menandai berakhirnya perjalanan merek ikonik ini di pasar domestik sejak 31 Januari 2025.
Pengumuman penutupan Tupperware Indonesia datang beberapa bulan setelah induk perusahaannya di Amerika Serikat mengajukan permohonan kebangkrutan pada September 2024. Tindakan ini merupakan bagian dari strategi global perusahaan dalam merestrukturisasi bisnis di tengah tekanan keuangan yang berat.
Tak hanya di Indonesia, Tupperware juga menghentikan operasional di sejumlah besar negara lainnya. Langkah ini merupakan bagian dari restrukturisasi menyeluruh setelah perusahaan mengalami penurunan penjualan global serta kerugian finansial yang terus membengkak dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam pernyataannya, Tupperware mengucapkan terima kasih kepada konsumen Indonesia serta para Executive Director dan Sales Force atas dukungan selama 33 tahun. Selama waktu tersebut, produk Tupperware telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan rumah tangga, mulai dari dapur hingga meja makan keluarga Indonesia.
Kondisi keuangan Tupperware kian terpuruk ketika perusahaan yang berbasis di Orlando, Florida, mengajukan perlindungan kebangkrutan (Chapter 11) pada 16 September 2024. Saat itu, perusahaan tercatat memiliki utang sebesar US$ 818 juta atau sekitar Rp 214 triliun dan sedang mencari pembeli potensial dalam kurun waktu 30 hari.
Namun upaya restrukturisasi ini mendapat tantangan dari tiga kreditur utama: Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners, dan Bank of America. Ketiga institusi tersebut menolak rencana Tupperware dan mengambil langkah hukum dengan memblokir akses perusahaan ke rekening bank senilai US$ 7,4 juta serta mendorong perubahan kebangkrutan ke Chapter 7 (likuidasi).
Jika permohonan likuidasi disetujui, maka aset perusahaan dapat segera disita oleh kreditur tanpa melalui proses panjang seperti dalam skema kebangkrutan Chapter 11. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran akan berakhirnya seluruh aktivitas bisnis Tupperware secara global dalam waktu dekat.
Para ekonom menilai bahwa kesulitan utama Tupperware terletak pada ketidakmampuannya beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen. Model penjualan langsung yang selama ini menjadi andalan dinilai tidak lagi relevan di era digital, terutama di tengah dominasi e-commerce yang digemari generasi muda. (Go.ens)