Iklan

Jangan Ketinggalan Zaman! Ini Alasan Mengapa Penting Menguasai Dunia Digital di Semua Aspek Kehidupan

Media Berita6
23 Juli 2025, 9:00 AM WIB Last Updated 2025-07-23T02:08:49Z
educlaas.com


Mediaberita6 - Di era serba digital seperti saat ini, kemampuan untuk memahami dan memanfaatkan teknologi bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan. Dari komunikasi, pendidikan, hingga bisnis, transformasi digital menyentuh setiap lapisan kehidupan. Jika tidak mengikuti perkembangan ini, risiko tertinggal pun semakin besar.


Digitalisasi telah mengubah cara kita berinteraksi, bekerja, bahkan berpikir. Banyak pekerjaan kini membutuhkan keterampilan digital, mulai dari hal sederhana seperti penggunaan email dan aplikasi kantor, hingga yang kompleks seperti analisis data dan kecerdasan buatan (AI). Bahkan kehidupan sehari-hari, seperti memesan makanan atau transportasi, kini bergantung pada aplikasi digital.


Sayangnya, tidak sedikit orang yang masih ragu untuk belajar teknologi. Banyak yang merasa terlalu tua, terlalu sibuk, atau terlalu asing dengan dunia digital. Padahal, belajar dunia digital tidak mengenal usia atau latar belakang. Yang dibutuhkan hanyalah kemauan untuk berubah dan terbuka terhadap hal baru.


Salah satu manfaat utama dari memahami dunia digital adalah efisiensi. Dengan teknologi, kita bisa menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dan akurat. Misalnya, dengan aplikasi manajemen waktu atau sistem otomatisasi kerja, tugas-tugas rutin bisa dilakukan tanpa membuang energi berlebihan. Ini sangat membantu dalam produktivitas harian, baik di kantor maupun di rumah.


Di bidang pendidikan, transformasi digital telah membuka akses ilmu yang sangat luas. Kita bisa belajar apa saja, dari mana saja. Platform seperti YouTube, Coursera, dan Udemy menyediakan ribuan kursus yang bisa diakses siapa pun. Bahkan kini, sertifikasi profesional bisa didapat tanpa harus mengikuti kuliah formal yang mahal.


Dalam dunia bisnis, digitalisasi bahkan menjadi penentu hidup dan matinya sebuah usaha. UMKM yang mampu beradaptasi dengan platform digital terbukti mampu bertahan bahkan berkembang pesat di masa krisis. Hal ini dibuktikan oleh banyak kisah sukses para pelaku usaha yang memanfaatkan media sosial dan teknologi digital untuk bangkit.


Beberapa contoh menarik kisah nyata pengusaha asia dan dunia yang berhasil bangkit dari keterpurukan setelah menerapkan transformasi digital dan AI dalam bisnisnya:


1. Grace Beverley – Pendiri TALA & Retrograde

Grace Beverley (UK) mengalami krisis serius ketika merintis brand sustainable fashion TALA sejak 2019. Pada puncak tekanan finansial, ia bahkan harus menjual mobilnya agar bisa membayar gaji karyawan. Namun dengan memanfaatkan platform digital dan membangun komunitas online di antara pelanggan dan followers, Beverley berhasil mengumpulkan £9 juta dana dan memulihkan bisnisnya—menciptakan ratusan lapangan kerja dan membuka toko fisik di London.


2. Sahiku Shoes — Natalia Gunawan (Jakarta)

Sahiku Shoes merupakan brand lokal yang telah menjalankan usaha selama lebih dari 30 tahun sebagai supplier retailer besar. Pada sekitar 2019, pemiliknya, Natalia Gunawan, mulai menyadari bahwa perilaku konsumen berubah drastis ke ranah digital. Ia lalu membuka toko di Shopee dan mulai menjual secara online. Berkat strategi ini, ia sukses mempertahankan bisnis keluarga dan mulai melayani pembeli hingga luar kota. Omzetnya meningkat pesat dengan capaian transaksi puluhan juta per bulan


3. Kim Perell – Digital Agency ke Exit $20 Juta

Kim Perell memulai bisnis agensi pemasaran digital dengan modal pinjaman kecil dari neneknya ketika mengalami PHK dan kehilangan stabilitas finansial. Ia membangun agensi tersebut dari nol, belajar SEO, media sosial, dan strategi digital marketing. Di usia 30, ia berhasil menjual bisnis tersebut senilai $20 juta. Ceritanya menjadi inspirasi tentang ketangguhan dan pentingnya beradaptasi di dunia digital. 


4. Pelaku UMKM di Lombok — Program AI oleh NeutraDC & Telkom

Melalui pelatihan "Pemanfaatan Teknologi AI untuk UMKM Menuju Go Global", pelaku usaha di Lombok (termasuk Samsir, ahli kerajinan lokal) dilatih memanfaatkan AI untuk analisis tren pasar, otomatisasi komunikasi, dan pemasaran digital. Hasilnya: peserta lebih percaya diri memasang produk ke pasar internasional, memaksimalkan potensi penjualan saat event global seperti MotoGP di Mandalika


5. Adam Guild – Owner.com bantu restoran kecil

Founder Owner.com, Adam Guild, membantu restoran independen menghadapi biaya tinggi dari platform pengiriman pihak ketiga. Dengan membangun sistem restoran mandiri berbasis AI, restoran bisa mengontrol data pelanggan dan menaikkan margin keuntungan. Saat ini valuasi perusahaan mencapai $200 juta. Ini contoh bagaimana digitalisasi dan AI menyelamatkan bisnis yang hampir bangkrut.


6. Matthew Michalewicz – SolveIT & Complexica

Matthew Michalewicz membangun nuTech Solutions—software AI untuk optimasi manufaktur dan distribusi pada perusahaan besar seperti Ford dan Bank of America. Meski pernah merasakan kegagalan IPO di era krisis 2000, ia terus berinovasi dengan mendirikan SolveIT dan Complexica. Produk AI-nya mampu meningkatkan efisiensi operasional perusahaan multinasional dan akhirnya diakuisisi oleh Schneider Electric.


7. Aditi Avasthi – Embibe (EdTech Berbasis AI)

Dalam menghadapi keterbatasan lingkungan edukasi di India (terutama sistem ujian), Aditi mendirikan Embibe, platform EdTech bertenaga AI yang membantu siswa mempersiapkan ujian secara personal. Meski awalnya dipandang skeptis, platform ini akhirnya diakui secara global dan membawa dampak signifikan dalam pendidikan berbasis data.


8. Jenny Griffiths – Snap Vision (Visual AI untuk Fashion Retail)

Jenny Griffiths sempat kesulitan mendapat dana dan pengakuan hingga akhirnya memenangkan kompetisi British Innovation Gateway pada 2012. Ia mengembangkan teknologi visual AI untuk membuat gambar produk fashion yang bisa dicari dan dibeli langsung. Snap Vision kemudian dipakai oleh Westfield, Time Inc., dan memenangkan berbagai penghargaan industri. Dari titik kritis awal, bisnisnya tumbuh pesat berkat digitalisasi visual.


9. Peter Zaffino – CEO AIG dan Transformasi AI di Perusahaan Asuransi Besar

Meski bukan startup, Peter Zaffino memimpin transformasi digital di AIG agar perusahaan asuransi raksasa ini keluar dari masa-masa stagnan. Ia menerapkan AI generatif dan model bahasa besar (LLMs) bersama partner seperti Anthropic dan Palantir. Hasilnya, proses underwriting dan operasi menjadi lebih efisien, prediktabilitas meningkat, dan AIG kembali stabil.


10. Jack Ma — Alibaba

Pada akhir 2022, Alibaba menghadapi tekanan besar: regulasi ketat, sebagian besar pangsa pasar hilang, dan harga saham ambles hingga 80%. Jack Ma bahkan sempat “menghilang” dari sorotan publik.
Namun, terinspirasi oleh kemunculan ChatGPT OpenAI, Alibaba melakukan pivot strategis ke AI: membangun bahasa model Qwen, mendukung startup AI, serta memperluas kemitraan teknologi — termasuk dengan Apple. Fokus baru ini menarik kembali kepercayaan investor, mengerek saham, dan mengubah moral internal perusahaan.


Banyak pengusaha kecil hingga menengah kini mulai melirik teknologi sebagai solusi bisnis. Kuncinya ada pada kemauan untuk belajar. Tools digital, termasuk AI, kini semakin mudah diakses dan digunakan, bahkan untuk mereka yang belum memiliki latar belakang teknologi.


Menguasai dunia digital juga memberi keuntungan dalam membangun personal branding. Baik sebagai karyawan, freelancer, maupun pebisnis, identitas digital yang kuat sangat penting. LinkedIn, Instagram, hingga portofolio online menjadi media utama untuk menunjukkan siapa kita dan apa keahlian kita.


Tak hanya dalam karier, dunia digital juga membawa pengaruh besar dalam gaya hidup. Dari olahraga, kesehatan, hingga hiburan, hampir semuanya kini tersedia dalam format digital. Aplikasi pelacak kesehatan, meditasi digital, dan kelas olahraga online menunjukkan bahwa kehidupan sehat pun bisa dikelola lewat gadget.


Keterampilan digital bukan hanya untuk mengejar pekerjaan modern, tapi juga untuk menjaga relevansi sosial. Anak muda kini lebih cepat beradaptasi karena tumbuh bersama teknologi. Agar tidak tertinggal, generasi yang lebih tua pun perlu terus belajar, baik melalui kursus, komunitas, atau bahkan belajar dari anak sendiri.


Penting untuk dipahami bahwa dunia digital tidak akan berhenti berkembang. Teknologi seperti blockchain, AI, dan Internet of Things (IoT) sudah mulai masuk ke berbagai sektor. Jika tidak mulai sekarang, kita akan semakin tertinggal dan kesenjangan digital akan semakin melebar.


Jadi, jangan ragu untuk mulai belajar. Mulailah dari yang sederhana—seperti mengelola akun media sosial atau mengikuti kelas daring. Seiring waktu, keterampilan digital akan menjadi investasi jangka panjang yang sangat berharga.


Karena pada akhirnya, menguasai dunia digital bukan hanya soal karier atau bisnis, tapi soal bertahan dan berkembang di dunia yang terus berubah. Siapapun bisa sukses jika mau belajar dan tidak takut mencoba. (Go.ens)

Komentar

Tampilkan

Terkini