![]() |
Foto : IG Komunitas_KPFIJ Sinetron Aksara Tanpa Kata |
Mediaberita6 - Beberapa pakar media menilai program sinetron TVRI, di era tahuan 1990-an berkualitas unggul. Tema-tema ceritanya sangat realistis sesuai dengan kenyataan yang ada di masyarakat Indonesia. Sinetron-sinetron produksi TVRI itu bahkan berani tampil kritis mengoreksi kelemahan aparatur pemerintah seperti pada sinetron Sayekti dan Hanafi, Aksara Tanpa Kata, Di Timur Matahari, Gerhana Pagi, Keringat dan Is. Sinetron, Sayekti dan Hanafi yang disutradarai Irwansyah mengangkat kisah nyata dari kebrengsekan sebuah rumah sakit bersalin. Pihak rumah sakit dengan semena-mena menyandera seorang bayi yang baru dilahirkan. Sang ibu si bayi tidak melunasi biaya persalinan dan perawatan, karena tidak punya uang.
![]() |
Sinetron Rumah Masa Depan |
Sinetron terbaik tahun 1992, yaitu Aksara Tanpa Kata dengan sutradara, Irwinsyah, penulis senario, Alex Suprapto Yudho. Sinetron berlatar pedesaan di Bali ini secara gamblang mengritik kebijakan dunia kepariwisataan yang ada di Pulau Dewata. Akibat kebijakan itu, orang-orang kecil harus digusur karena di desanya akan dibangun sebuah hotel besar. Sinetron Di Timur Matahari, juga garapan sutaradara Irwinsyah dikerjakan dengan sudut pandang kritis tentang pendidikan di sebuah Sekolah Dasar di Sumatera Selatan. Sekolah dasar ini tidak memilki gedung yang layak dan guru-gurunya hanya digaji dengan singkong dan pisang. Akibatnya, guru-guru itu pindah ke Jawa. Hanya ada satu orang guru yang bertahan di sana. Guru tersebut adalah seorang buronan pihak kepolisian.
Sinetron bejudul Is dengan sutaradara R. Weidjayanto secara tegas melukiskan oknum aparat yang menutup-nutupi kasus pemerkosaan seorang gelandangan cilik oleh seorang petugas hansip gara-gara peristiwa itu menjelang pemilihan umum (pemilu). Sinetron Keringat yang ditayangkan TVRI mengungkapkan nasib buruh yang dipenjara gara-gara terlibat unjuk rasa dengan para buruh yang meminta kenaikan upah di sebuah perusahaan. Sinetron Gerhana Pagi membeberkan kesewenang-wenangan perusahaan yang dengan gampang mem-PHK (Putus Hubungan Kerja) buruh wanita yang meminta cuti hamil. Sinetron Endang Anak Kita, dengan sutaradara Dedi Setiadi menggambarkan penolakan calon siswi oleh sebuah sekolah favorit hanya disebabkan oleh orang tua si calon siswi berjualan es di Surabaya.
Banyak sinetron yang ditayangkan TVRI pusat dengan tema-tema yang mampu menggugah pikiran pemirsanya. Sayangnya, potret realitas kehidupan itu tidak dijumpai dalam sinetron-sinetron tayangan televisi swasta di tanah air. Kualitas sinetron tersebut ternyata tidak saja dimonopli oleh TVRI Pusat, tetapi juga oleh TVRI Surabaya. Ketika itu, dua judul sinetron produksi TVRI Surabaya itu , yakni Saksi Mata dan Saat Pesta Usai mampu menunjukkan kualitas yang hampir sama dengan produksi TVRI Pusat Jakarta. Sinetron Saksi Mata berkisah seputar dunia warok atau pimpinan rombongan kesenian reog di Ponorogo. Warok ini mempunyai seorang kekasih yang berjenis kelamin sama sehingga ia terlibat hubungan homoseksual.
Sinetron Saat Pesta Usai mengungkapkan kasus manipulasi oknum aparat desa yang mengesahkan perkawinan di bawah umur. Tema - tema sosial yang diungkapkan, baik oleh TVRI Jakarta maupun TVRI Surabaya tergolong langkah berani karena media ini milik pemerintah yang dinilai tidak akan berani bersikap kritis. Namun, di sisi lain, tayangan-tayangan sinetron tersebut mampu menjadi kelebihan dan keungulan TVRI pada zamannya. Sinetron TVRI sempat diberikan julukan sebagai tayangan primadona televisi di Indonesia di akhir tahun 1990-an.
Televisi Publik
TVRI dituntut sebagai televisi publik, setelah cukup lama menjadi televisi milik pemerintah di bawah Departemen Penerangan. Televisi publik, menurut Masduki dan Nazarudin (2008), adalah televisi yang program-programnya melayani nilai-nilai keutamaan bangsa sehingga masyarakat mampu mengakses informasi, hiburan, pendidikan, kebudayaan dan kultur demokrasi itu sendiri. Televisi publik sering berpihak pada tema-tema minoritas, tetapi sangat bernilai untuk pertumbuhan bangsa. Dengan bahasa kiasan, Masduki menyebutkan bahwa televisi publik seperti layaknya perpustakaan nasional, sedangkan televisi swasta seperti layaknya toko buku umum yang populer (2008-43).
![]() |
Sinetron : Losmen |
Ungkapan kiasan itu juga di sampaikan Sardar dan Loon (2008) dengan ilustrasi binatang purba dinosaurus. Menurut kedua orang pakar budaya yang diakui dunia ini, penyiaran layanan publik dilihat seperti seekor dinosaurus yang mencoba untuk tetap eksis setelah meteor menghantam, di samping sebagai harapan terakhir yang paling baik untuk kebebasan berekspresi. Layanan publik harus bersifat mendidik, memberi informasi, dan menghibur. Tujuannya adalah untuk melakukan fungsi-fungsi media tanpa campur tangan publik dengan objektivitas dan kebebasan editorial. Model layanan seperti pendapat itulah yang kini dibebankan kepada TVRI, tidak lagi menjadi alat kekuasaan seperti pada era Orde Lama dan Orde Baru.
Ketika berada di bawah naungan pemerintah era tahun 1990-an awal, TVRI sebenarnya sudah mengambil peran sebagai TV yang mendidik dan menghibur dalam tayangan-tayangan sinetron. Masyarakat kecil yang tidak berdaya seperti kebijakan pembangunan pariwisata (sinetron Aksara Tanpa Kata), nasib kaum buruh yang dipenjara karena unjuk rasa (sinetron Keringat), seorang buruh yang di PHK karena memohon cuti hamil (sinetron Gerhana Pagi), kasus rumah sakit yang menyandera seorang bayi karena ibu si bayi itu tidak mampu menebus ongkos persalinan ( sinetron Sayekti dan Hanafi), dan sinetron lainnya. Tema-tema sinetron itu sangat penting diungkapkan untuk pertumbuhan bangsa Indonesia menuju demokratisasi. Sinetron berisi kritik sosial, baik kritik kepada pemerintah pusat maupun kepada aparat terbawah di tingkat desa. Bukankah, aparat sering menyampaikan bahwa pihaknya sangat senang dan terbuka menerima kritik dari masyarakat.
![]() |
Siti Nurbaya |
Wardhana (1995) menyebutkan, tayangan primadona TVRI adalah sinetron. Pernyataan ini didukung oleh data Survei Reasearch Indonesia (SRI) yang menunjukkan bahwa tayangan unggulan RCTI dan SCTV akan menurun jumlah pemirsanya dalam saat yang sama apabila TVRI menayangkan sinetron. Apalagi kalau sinetron itu ditayangkan berpakaten seperti dalam acara Sepeken Sinetron TVRI. Berdasarkan catatan pakar media Wardhana, tayangan impor SCTV dan RCTI yang mampu mengungguli paket Sepekan Sinetron TVRI hanyalah film cerita Rambo. Pakar media lain, Yusuf (2008) mengatakan bahwa sinetron menjadi primadona hiburan masyarakat sejak kondisi perfilman nasional mengalami keterpurukan pada dekade tahun 1990-an.
Fenomena Televisi Swasta
Prestasi gemilang sinetron TVRI tersebut tidak ditunjukkan oleh televisi-televisi swasta di tanah air. Banyak sekali keluhan, kecaman, bahkan protes dari masyarakat ditujukan kepada TV swasta karena rendahnya kualitas tayangan sinetron seperti: tidak mendidik, merusak moral, tidak kreatif, menampilkan kemewahan, dan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Dampak sinetron terhadap gaya hidup remaja masa kini sering kali menjadi sorotan publik. Dalam hal ini jarang ditemukan saluran TV swasta menayangkan sinetron yang bersifat mendidik dan mencerdaskan. Lebih dominan unsur hiburan, kemewahan dan tidak realitas, bahkan hiperlrealitas.Tayangan sinetron itu diisi dengan sinetron-sinetron berbau seksual, hantu, adegan sadis dan pergaulan bebas. Walaupun tayangan itu dikemas secara estetis, tetapi pesan moralnya diabaikan dan tidak memenuhi kaidah kesopanan masyarakat Indonesia.
Penilaian buruk terhadap sinetron TV swasta ini dapat dikaitkan dengan pidato Rob Allyn, pemimpin perusahaan film di Sidney Australia, dalam Forum Asia Fasifik Media Forum (APMF) di Grand Hyat Nusa Dua Bali, 3 Juni 2010. Ia mengatakan bahwa televisi Indonesia belum mampu mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam. Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan Rob Alyn, program televisi di Indonesia hanya menggambarkan kehidupan kota. Padahal masyarakat Indonesia sendiri masih sebagian besar menempati kawasan pedesaan.
![]() |
Penulis, I Nyoman Suaka, Dosen kajian sastra dan Budaya IKIP Saraswati Tabanan, Bali |
Dapat disimpulkan bahwa, program televisi swasta khususnya tayangan sinetron belum relevan dengan situasi yang berlangsung di Indonesia. Maka dari itu ada baiknya bercermin pada tayangan sinetron TVRI yang dipaparkan di atas. Sebagai catatan dan kenangan, tayangan sinetron TVRI menyentuh batin pemirsa, walaupun ada oknum yang punya kuasa merasa tercubit. Buktinya aman-aman saja. Sinetron-sinteron tersebut lolos dari gunting sensor. (Penulis, I Nyoman Suaka, Dosen kajian sastra dan Budaya IKIP Saraswati Tabanan, Bali / Editor : Guntur Surentu).