-->

Iklan

Melawan Lupa, Merawat Film: Estafet Warisan Sinematek Indonesia

Media Berita6
06 November 2025, 9:52 AM WIB Last Updated 2025-11-06T03:31:40Z

 

Mediaberita6 - Di balik setiap bingkai film Indonesia, tersimpan denyut sejarah, identitas, dan semangat zaman. Film bukan sekadar hiburan — ia adalah dokumen hidup yang merekam perjalanan bangsa, kebudayaan, serta dinamika sosial yang membentuk siapa kita hari ini.


Namun sebagaimana ingatan manusia yang bisa pudar, film pun dapat hilang bila tak dirawat. Di sinilah Sinematek Indonesia berdiri — bukan sekadar lembaga arsip, melainkan penjaga ingatan kolektif bangsa, benteng terakhir yang memastikan kisah sinema Indonesia tidak tenggelam dalam pelupaan.


1. Lahirnya Sinematek Indonesia: Rumah Ingatan Bangsa

Sinematek Indonesia resmi berdiri pada 20 Oktober 1975 atas gagasan Misbach Yusa Biran, seorang sutradara, penulis, sejarawan film, dan tokoh penting perfilman Indonesia. Beliau memelopori pendirian Sinematek sebagai pusat arsip dan dokumentasi perfilman pertama di Asia Tenggara — sebuah langkah visioner yang menempatkan Indonesia sebagai pionir dalam pelestarian film di kawasan ini.

Bersama sejumlah tokoh perfilman seperti Asrul Sani, Misbach meyakini bahwa film bukan hanya karya komersial, tetapi juga warisan budaya yang harus dijaga. Ia melihat banyak film Indonesia lama yang hilang atau rusak karena tidak adanya tempat penyimpanan yang layak. Maka lahirlah Sinematek Indonesia — sebuah lembaga independen yang mengemban misi kebudayaan: menyelamatkan, merawat, dan mendokumentasikan film Indonesia dari generasi ke generasi.


2. Harta Warisan Sinema: Koleksi yang Tak Ternilai

Kini, Sinematek Indonesia menyimpan ribuan koleksi berharga, antara lain:

Lebih dari 2.000 gulungan film seluloid dari berbagai era,

Ribuan naskah skenario, dokumen produksi, dan foto adegan,

 Kepala Sinematek Indonesia bersama tamu dari Perancis


Puluhan ribu poster film klasik,

Koleksi majalah, buku, dan kliping perfilman yang merekam perjalanan sejarah industri film Indonesia.

Setiap arsip bukan hanya artefak, melainkan potongan memori tentang cara bangsa ini memandang dirinya sendiri melalui sinema.


3. Program Digitalisasi Arsip

Dalam beberapa tahun terakhir, Sinematek Indonesia bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan digitalisasi terhadap 29 film klasik Indonesia — sebuah langkah penting untuk menjaga keberlangsungan film-film tersebut di tengah ancaman kerusakan fisik.


Beberapa film legendaris yang telah didigitalisasi antara lain:

- Darah dan Doa (The Long March, 1950) karya Usmar Ismail,

- Naga Bonar (1987) karya Asrul Sani,

- Atheis (1974),

- Lewat Djam Malam (1954), dan banyak lagi.


Upaya digitalisasi ini bukan hanya bentuk pelestarian teknis, melainkan juga cara membuka kembali akses masyarakat terhadap film-film bersejarah yang telah lama tersimpan di ruang arsip.

 Kepala Sinematek Indonesia bersama sutradara Korea


4.  Melanjutkan Misi Kebudayaan

Kini, Farry Hanief Yusa Biran melanjutkan estafet perjuangan sang ayah, Misbach Yusa Biran, sebagai Ketua Sinematek Indonesia periode 2025–2029. Ia membawa semangat baru untuk memperkuat fungsi Sinematek sebagai pusat pelestarian dan pendidikan perfilman nasional.


Visinya jelas: menjadikan Sinematek bukan hanya tempat penyimpanan film, tetapi juga pusat pembelajaran, riset, dan inspirasi bagi generasi baru pembuat film Indonesia. Dengan sinergi antara teknologi digital, akademisi, dan komunitas kreatif, Sinematek diharapkan menjadi ekosistem yang hidup — tempat masa lalu, masa kini, dan masa depan sinema Indonesia saling berjumpa.


5.  Merawat Arsip, Menjaga Arah Bangsa

Merawat film berarti melawan lupa. Ia bukan sekadar tugas teknis, tetapi tanggung jawab kebudayaan. Arsip film adalah cermin bangsa; dari sanalah kita belajar tentang mimpi, konflik, dan semangat zaman yang telah membentuk identitas kita.


Di era serba digital ini, ketika tontonan berubah cepat dan ingatan mudah terhapus, Sinematek Indonesia berdiri sebagai jangkar ingatan, penjaga jejak sejarah sinema kita.

Karena bangsa yang merawat arsipnya adalah bangsa yang tahu ke mana ia akan melangkah.(BS)

Komentar

Tampilkan

Terkini